Kamis, 31 Desember 2009

Pesta Tahun Baru, pestanya siapa?










Oleh : Cecep Maskanul Hakim


Saat ikut upacara 17 Agustus 2009 lalu di kantor, saya iseng-iseng mengambil foto diri dengan menggunakan kamera HP, berlatar belakang barisan upacara. Lalu saya kirim ke facebook. Dalam jangka waktu setengah jam ada lebih dari 20 komentar yang masuk. Isinya macam-macam. Mulai dari yang suka sampai yang guyonin lewatcomment-comment: Salah satunya dari teman yang heran bukan main, dan bilang (mengikuti salah satu iklan televisi): "Harre genne masih upacara? wkwkwkwk..."


Hari ini, minggu akhir Desember 2009, beberapa teman yang muncul dalam jejaring sosial itu sedang merencanakan sesuatu dalam rangka menjelang tahun baru 1 Januari 2010. Ada yang mau ikut pesta kembang api, ada yang beli trompet dan sampai ada yang mau menghias kendaraannya untuk pawai malam tahun baruan itu. Kali ini saya balas komentar mereka yang pada nyinyir itu: "Harre genee tahun baruan? ha..ha...ha.."
***
Entah mengapa sejak tahun 90an orang-orang mulai frenzi dengan acara tahun baruan 1 Januari. Padahal kalau dipikir-pikir, itu cuma kesepakatan orang-orang untuk merayakannya. Kalau nggak ada kesepakatan massal, maka tidak ada perayaan tahun baru masehi itu. Persis seperti tahun baru Muharram yang nyaris dilupakan semua orang. Bahkan oleh ummat Islam sendiri. Padahal nilai yang ada pada tahun baru Muharram sangat tinggi: Hijrahnya Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah yang menjadi titik balik kemenangan Islam dan ummatnya. Itu sebabnya saya masih merasa punya dasar moral untuk ikut upacara 17an. Ada peristiwa besar di balik 17 Agustus itu: Kemerdekaan negara tercinta dari penjajah, yang diproklamirkan oleh Soekarno dan Hatta.

Nah pertanyaannya, tahun baru 1 Januari, itu perayaan siapa? Yang saya tahu, kejadian itu nyaris nggak ada hubungan dengan nilai apapun. Kecuali bahwa orang pada hiruk pikuk tiup trompet, arak-arakan kesana sini, pentas musik, terus count down 10, 9, 8 ,7,6,5,4,3,2,1 ....dan byar! Kembang api pun menyala. Pertanda


tahun baru dimulai. Tahun baru? Tahun baru koq mulainya jam 12.00.01 malam? Kenapa nggak ketika matahari terbenam saja? Atau ketika matahari terbit saja? Biar gampang dan jelas dikenali maksudnya.

Hubungan tahun baru  dengan agama juga nggak ada. Bahkan Kristen-Katolik pun mengakui bahwa 1 Januari itu bukan lahirnya Isa Almasih. (Menurut catatan Wikipedia. hanya ada satu reference -Injil Lukas II:21-yang mengatakan bahwa tanggal 1 Januari itu hari dikhitannya Jesus, tepat seminggu setelah lahir. Itupun kalau dipercayai lahirnya pada 25 Desember). Buat anda yang ingin iseng membuktikan, silakan lihat gambar-gambar ketika nabi Isa lahir. Disitu ada gembala yang dombanya sedang bermain. Ada  juga gambar tumpukan jerami. Orang-orang yang hadir di sekitarnya juga berpakaian lengan pendek. Kalau Nabi Isa lahir bulan Januari di Betlehem (Jerussalem) koq orang-orang itu kuat banget, nggak pake selimut tebalnggak pada pake overcoat?

Apalagi dengan Islam. Kalau orang Islam ditanya, tahun baru Islam itu kapan, pasti jawabannya 1 Muharram, bulan pertama dalam kalender yang menggunakan perhitungan bulan. Meskipun pasti juga sebagian besar dari mereka tidak merayakannya. Pokoknya yang namanya tahun baru 1 Januari itu nggak ada bau-baunya dengan agama, kata orang kampung saya. Lalu mengapa mereka justru merayakan 1 Januari sebagai tahun baru? 

***

Tidak ada yang tahu pasti kenapa 1 Januari diperingati sebagai tahun baru. Terutama bagi yang menggunakan kalender Julian (merujuk kepada kalendar yang disusun Julius Caesar, kaisar Romawi pada 46 SM ) atau kalendar Gregorian (kalender Julian yang diperbarui jaman Paus Gregorius XIII, tepatnya pada tahun 1582). Kaum Katolik saja, pada jaman dulu kala, memperingati tahun baru pada 25 Maret yaitu pada saat vernal equinox, ketika matahari bergerak ke arah utara dari equitorial alias khattulistiwa. Saat itu, kaum Katolik juga menggunakan perhitungan bulan sebagai rujukan sistem kalendernya.

Para ahli sejarah sepakat, adalah bangsa Romawi yang pertama kali merayakan 1 Januari sebagai tahun baru pada sekitar tahun 150 SM. Latar belakangnyalah yang tidak jelas. Ada yang mengatakan 1 January merupakan hari pembukaan semesteran konsul (semacam DPR) Romawi kuno. Ada juga yang bilang bahwa hari itu merupakan perayaan kelahiran Dewa Janua, dewa pintu gerbang, oleh salah satu suku bangsa Romawi. Sebelum itu, kalender Romawi hanya punya waktu 10 bulan yang dimulai dengan bulan Maret. Bulan-bulan musim dingin (Januari dan Februari) dianggap tidak ada bulan. Adalah Kaisar Romawi bernama Noma Pompillus (sekitar 713 SM) yang menambahkan kedua bulan itu sehingga kalendar Romawi memiliki 12 bulan, sama dengan kalendar yang dipegang kaum Katolik (lunar),

Kekuasaan Romawi yang kuat mengakibatkan lunturnya tradisi Katolik yang selama ini dipegang teguh. Diantaranya sistem kalendar yang akhirnya mengikuti perhitungan matahari. Demikian pula dengan tahun baru yang tadinya diperingati pada bulan Maret, akhirnya diubah menjadi 1 Januari, dengan alasan religius. Jika Jesus lahir pada 25 Desember, maka 1 Januari patut diperingati, mengingat hari itu tepat 7 hari sesudahnya, yang dalam tradisi Yahudi diwajibkan sebagai hari khitan (Circumcision day). Akhirnya gereja Katolik mengubah kebiasaan itu, dan menjadikan 21-25 Maret tetap sebagai Easter Day  yang dalam bahasa Indonesia disebut sebagai hari paskah (kebangkitan Isa Almasih).

***

Jika asal muasal 1 Januari sebagai tahun baru  itu dari perayaan mulai bekerjanya para konsul Romawi, terus apa hubungannya dengan saya? Saya bukan orang Romawi. Apalagi konsulnya. Jadi sorry aja cing, saya tidak punya kewajiban bergembira untuk itu.


Jika asal-usul 1 January sebagai tahun anyar karena mengikuti kebiasaan kaum pagan yang merayakan hari lahirnya Dewa Janua (diperingati pada 31 Desember, tengah malam), wah... sorry la yaw.  Hal itu secara diametral  bertentangan dengan akidah yang saya punya.


Kalau memperingati malam 1 January karena besoknya libur, itu kankarena 1 Januari itu dibikin libur oleh pemerintah. Begitu juga jika alasannya nemani liburan anak-anak sekolah. Yang jelas, kalau sudah beli terompet, arak-arakan pake mobil, bikin pesta, ngundang grup musik, bikin kue, dan semacamnya, itu artinya pakai duit. Menggunakan duit untuk yang kagak jelas juntrungannya, kata guru ngaji saya itu mubazzir. Daripada mubazzir mendingan belikan pulsa dan browsing internet. Atau bikin tausiah seperti tulisan saya di blog ini. Wkwkwkwk....




2 komentar:

dalam kehidupan sehari-hari kita selalu menggunakan penanggalan masehi dari mulai gajian sampai bikin janji makanya wajar jika secara umum dan psikologis kita menganggapnya sebagai tahun baru cuma yang tidak wajar adalah cara kita merayakannya dengan hal-hal yang tidak bermanfaat bukankan dengan cara bermuhasabah itu lebih baik untuk peningkatan prestasi amal pada tahun berikutnya oke.
A.Muntaha HR

Semalem ( Malam taon baru - red ) dalam refleksi saya, sempat terfikir : Minggu lalu, ketika saudara2 kita berkumpul di masjid2 untuk membaca do'a akhir dan awal tahun 1 muharrom 1431.H, berdzikir, berdo'a, bermuhasabah dan mengajak mereka untuk menyantuni yatim piatu di hari Asyuro, Hanya sedikit orang melakukannya. Malam ini, kita dapati orang rela antri berdesakan untuk sekedar mendapatkan kemeriahan pesta, menembus dinginnya malam, kehujanan, menahan kantuk dan rela merogoh kocek puluhan ribu bahkan jutaan rupiah. Inikah bentuk syukur kita atas nikmat yang telah Allah SWT berikan kepada kita ?????.
Adalah tugas kita semua untuk meluruskan dan mengarahkan ummat, agar dapat menemukan kembali jati dirinya sebagai muslim.

Posting Komentar

Related Posts with Thumbnails