KH. Noer Alie dan Ekonomi

Tidak mudah menulis pemikiran seseorang yang telah wafat. Tidak mungkin misalnya melakukan wawancara. Apalagi yang bersangkutan tidak meninggalkan jejak berupa buku atau artikel di majalah dan koran. Yang tertinggal darinya hanyalah apa yang diceritakan orang lain tentangnya dan tidak bisa lagi dikonfirmasi.

Antara Syaikh Umar Mukhtar dan KH. Noer Alie

Berbekal uang delapan ribu perak (Rp.8.000) saya berhasil mendapatkan sebuah DVD (bajakan) berjudul Lion of the Desert. Film ini diproduksi Mustappha Akkad, produser Amerika kelahiran Syria dan dibintangi oleh bintang senior Amerika kelahiran Mexico, Anthony Quinn, yang juga sering bermain di fim dengan tema-tema Islam, seperti Laurence of Arabia dan The Message (Arrisalah.

MIPA : Uji Coba Makanan Alternatif

subhaanallah... ternyata pohon sengon yang ada yang biasa untuk tempat ngadem anak putri, biji sengonnya mengandung protein tinggi dan bisa dijadikan bahan makanan alternatif... hal ini setelah ada pengujian oleh anak santri konsulat HIPAKABA (daerah Babelan dan sekitarnya) pada Musabaqoh MIPA di Attaqwa Putri... mereka bereksperimen biji sengon dibuat cemilan, dan dijadikan makanan sejenis tempe.

Biografi Dua Guru KH. Noer Alie

Nama lengkap beliau adalah “Ahmad Marzuki bin Syekh Ahmad al-Mirshad bin Khatib Sa’ad bin Abdul Rahman al-Batawi”. Ulama terkemuka asal Betawi yang bermazhab Syafi’i dan populer dengan sebutan Guru Marzuki ini lahir dan besar di Batavia (Betawi). Ayahnya, Syekh Ahmad al-Mirshad, merupakan keturunan keempat dari kesultanan Melayu Patani di Thailand Selatan yang berhijrah ke Batavia.

Korikawati Menanti Pemberdayaan

Menghadiri acara seperti Halal Bihalal, Reuni, Maulid, atau apapun namanya yang dilaksanakan Korikawati (kependekan dari Korp IKAA Wati), seringkali harus mengakui kehebatan para senior dalam memobilisir para mantan PPAwati itu. Para abituren puteri dari berbagai daerah seperti tersihir untuk datang, baik secara perorangan maupun kelompok.

Kamis, 22 Juli 2021

Bank Syariah, Orang Betawi Bilang: PALUGADA ... Apa Lu Mau Gua Ada

Tulisan di Gerai Info Edisi 8/ Nopember 2011

Rubrik: WAWASAN

Bank Syariah, Orang Betawi Bilang: “PALUGADA … Apa Lu Mau Gua Ada”

 

Banyak orang menyangka bahwa bank syariah cuma bank konvensional yang diberi label bahasa Arab. Kesan itu bisa jadi muncul karena transaksi yang dilakukan di bank syariah beda-beda tipis dengan bank biasa. Tapi kalau dilongok lebih dalam, haqqul yakin kesan itu akan segera hilang. 

Tabungan di bank syariah memang tabungan. Tapi di bank syariah ada yang jenis titipan, ada yang jenis investasi. Artinya nasabah bisa milih, mau yang nitip aja, atau yang ada keuntungannya. Terus, depositonya juga memang deposito. Tapi ada keistimewaannya, yaitu return nasabah didasarkan pada keuntungan bank, kalau keuntungan bank lebih tinggi, nasabah juga bisa dapat untung lebih banyak. Demikian juga gironya, setali tiga uang. Ada saldo minimal, bisa dapat jasa giro (yang di bank syariah disebut bonus), terus pakai medianya cek atau bilyet. Tapi dalam bank syariah, giro juga bisa bagi hasil. Tergantung dasarnya, mau pakai titipan atau investasi.

Itu dari jenis simpanan. Buat yang berminat dengan layanan pembiayaan, produk bank syariah juga lebih banyak. Sebut saja keperluannya, pasti bisa dilayani. Mulai dari keperluan pribadi, seperti beli hape, kamera, kendaraan dan rumah, sampai urusan bisnis. Bahkan untuk masalah pendanaan kawinan, umroh dan pendidikan juga bisa dilayani. Jangan ditanya untuk urusan bisnis. Mulai dari yang retail sampai korporat  tidak akan dilewatkan, dari pinjaman domestik sampai yang pakai surat kredit alias L/C. Skemanya juga macam-macam, ada yang pakai jual beli, bagi hasil maupun sewa. Yang menarik, untuk urusan kepepet, bank syariah juga bisa kasih solusi. Yang penting punya simpanan barang berharga, kayak emas, pinjaman segera cair. Asal jangan dipakai buat spekulasi aja.

Dulu orang sering komplen karena outlet bank syariah sedikit. Mau nabung atau ngambil duit susah, karena ATMnya terbatas. Kartunya juga nggak bisa dipakai belanja. Sekarang semuanya serba mungkin. Mau belanja, tarik uang tunai atau bayar rumah sakit, tinggal gesek aja. Asal di kartunya ada logo-logo yang cocok tentunya. 

Soal kiriman uang, juga tidak masalah. Kalau cuma kirim uang pakai cara transfer  atau RTGS, itu sih sudah biasa. Yang unik,  di salah satu bank syariah orang bisa ngirim duit lewat sms. Caranya? Hanya diperlukan nomor hape si penerima, tunjukkan sms yang diterima dari bank kepada kantor pos, dan kantor pos siap untuk mencairkan kiriman uang tersebut.  

Produk layanan bank syariah memang sepertinya sudah menggurita. Saking banyak variasinya, bank atau lembaga lain sering ngiri karena tidak bisa bikin produk semacam itu. Produk yang mirip leasing, yang basis kontraknya disebut dalam bahasa Arab sebagai Ijarah Muntahia Bittamlik dan Musyarakah Mutanaqisah misalnya, tidak bisa didapatkan di bank biasa. Sejatinya produk itu memang punya lembaga keuangan alias multifinance. Tapi karena uniknya, bank syariah dibolehkan untuk memakainya.

Demikian juga pembiayaan dengan jaminan emas. Aslinya, produk ini adalah milik pegadaian. Karena bank syariah itu unik, dia bisa copy paste di produknya. Dan yang paling rame debatnya –sampe ke ustaz dan ustazah di kampung ikut ngobrolin-adalah soal dana talangan haji.  Aslinya, produk ini punya judul pembiayaan pengurusan haji. Dari dulu, bank biasa sudah diwanti-wanti supaya tidak masuk bisnis ini. Tapi bank syariah malah lenggang kangkung dan bebas bermain di sektor ini sekarang.

            Demikian lengkap produknya sehingga bank syariah tidak lagi sekedar menjadi bank, tapi juga smacam lifestyle bagi masyarakat. Bisa jadi orang lantas mikir-mikir, bank syariah kayaknya jadi warung serba ada. Cuma jenisnya saja yang bersifat layanan keuangan. Mengapa jadi begini?

            Cerita sebenarnya berasal dari tidak bolehnya bank syariah pake sistem bunga. Karena itu dia harus bisa cari keuntungan dari cara lain. Konsekuensinya ia harus gali dari prinsip yang ada dalam sektor ril, seperti jual beli, bagi hasil, sewa menyewa, penjaminan, perwakilan dan sebagainya. Akibatnya jadi unik, karena mirip sektor ril, tapi prakteknya ada di bank. Pantas saja kalau produknya jadi nyerempet kemana-mana dan  bikin orang lain pada cemburu.

            Tapi bank syariah juga nggak bisa bikin produknya saenake dewek. Ada aturan baku yang musti diikuti. Pertama, produknya kudu dapat fatwa dari Dewan Syariah Nasional. Hal ini untuk memastikan bahwa produk yang mau ditawarin ke pasar  lulus uji materi dari sisi syariah. Kedua, produk ini juga harus dapat stempel perizinan Bank Indonesia. Maksudnya supaya cocok sama aturan kehati-hatian. Dua proses ini tidak ada dalam bank biasa. Bisa jadi proses bikinnya lebih lama, tapi pastinya lebih aman.

            Besok-besok, bisa jadi produk bank syariah bakal lebih canggih. Soal harga, contohnya, bisa lebih murah dari sekarang. Atau prosesnya yang jadi lebih cepat. Tergantung sejauh mana bank syariah bisa menekan ongkos alias lebih efisien. Terus dari sisi variasi produk,   masyarakat juga bisa ngarep bank syariah bisa nyediain apa aja jasa keuangan yang diperluin. Maklum namanya juga warung serba ada. Kalau udah begini, orang Betawi bilang, “PALUGADA … Apa lu mau gua ada.”

 

 

 

Cecep Maskanul Hakim

Analis Bank Muda Senior

Tim Pengembangan Produk dan Edukasi

 



"This e-mail (including any attachments) is intended solely for the addressee and could contain information that is confidential; If you are not the intended recipient, you are hereby notified that any use, disclosure, copying or dissemination of this e-mail and any attachment is strictly prohibited and you should immediately delete it. This message does not necessarily reflect the views of Bank Indonesia. Although this e-mail has been checked for computer viruses, Bank Indonesia accepts no liability for any damage caused by any virus and any malicious code transmitted by this e-mail. Therefore, the recipient should check again for the risk of viruses, malicious codes, etc as a result of e-mail transmission through Internet.”

Kamis, 23 Juli 2020

Munas Daring IKAA: Ribed tapi Harus

Munas Daring: Ribed tapi Harus
Diminta menjadi anggota Steering Committee Munas IKAA kali ini menghadirkan tantangan tersendiri. Karena munas sekarang diputuskan dilaksanakan ala virtual alias "daring". (daring = "dalam jaringan" alias on line). Ini munas pertama (mudah-mudahan terakhir) yang dilaksanakan tanpa kehadiran fisik. Semua (kecuali beberapa) harus mengikuti protokol yang berlaku akibat masih merebaknya wabah Corona.
Tiga tahun lalu munas dilakukan secara fisik. Yang hadir adalah perwakilan tiap angkatan, masing-masing 2 orang, satu putra dan satu putri. Tidak semua angkatan hadir, tapi quorumnya cukup untuk memulai sebuah munas. Dari 52 angkatan (lulusan pertama 1965, menurut riwayat Guru Mukhtar) yang berarti 110 peserta yang berhak hadir, ada sekitar 60 orang yang tercatat mewakili angkatan . Kalaupun kelihatan lebih rame, itu karena timses para calon ketua ikut nimbrung, memeriahkan suasana. Meskipun mereka ngga punya hak suara.

Ada yang “ngritik”, kenapa sih Munas mesti melalui perwakilan? Kan bisa jadi satu angkatan beda-beda suara. Sejarah musyawarah anggota IKAA dengan agenda pemilihan pengurus (baca= ketua) tidak pernah utuh. Idealnya sebuah organisasi yang tidak punya tingkatan/struktur melakukan musyawarah (atau kongres atau apapun namanya) harus dihadiri minimal 60% “seluruh” anggota. Bayangkan jika musyawarah anggota IKAA hanya bisa quorum kalau harus dihadiri 60% dari jumlah lulusan dari tahun 1965 sampai 2020. Pasti jawabannya “tidak mungkin”. Terus, selama ini siapa saja yang hadir dalam munas sebelum sistem perwakilan diterapkan? Jawabannya, yang peduli aja.
Ketika “flier” Munas 2020 diluncurkan ke berbagai group WA dan FB, saya mendapat berbagai respon japri (jalur pribadi). Isinya beragam, ada yang sinis dan bilang “Emang IKAA masih ada? Wong kerjaannya cuma Halal Bihalal doang pake munas segala. Rempong amat.” Ada juga yang sangat bersemangat mencalonkan diri sampai langsung bikin banner kampanye dan meminta via japri agar bisa dibantu supaya menang. Kesimpulan saya, lulusan Attaqwa masih punya kepedulian terhadap organisasi abituren ini. Hanya saja, seperti kata bung Darso Arief Bakuama, IKAA “sibuk dengan urusan sendiri” sehingga kepedulian kepada anggota hanya sebatas Halal Bihalal. Tidak banyak agenda yang bisa memberikan manfaat kepada anggota secara keseluruhan. Nah untuk yang satu ini mending dibahas di munas, atau raker, karena terkait dengan program kerja dan mekanisme pelaksanaannya. Kalau soal suka minta-minta petunjuk, saya sih emang lebih suka minta saran dari Gus Sire ( Sirojudin Mursan Muan) yang penampilan dan bijaknya mirip Gus Dur itu.
Kenapa harus daring (online)? Saat pandemi yang masih tinggi seperti ini, bukan hanya IKAA yang mengadakan pertemuan secara virtual. Hampir seluruh institusi pendidikan tingkat dasar, menengah dan tinggi, melakukan pengajaran melalui media online. Kantor-kantor kebanyakan “merumahkan” pegawai. Artinya mereka diminta bekerja dari rumah dan laporan menggunakan media daring. Bahkan pengajian-pengajian pun sekarang lebih banyak menggunakan Youtube. Menurut informasi rekan Irhamni Rofiun (angkatan 2006, Marhalah Iltizam) yang juga Kordinator PPI Timur Tengah dan Afrika, Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Internasional melakukan pemilihan ketua menggunakan media virtual, lengkap dengan kampanye dan web polling nya
Media yang digunakan untuk pertemuan ini berbeda-beda. Kebanyakannya menggunakan zoom. Tapi ada juga yang menggunakan webex, MS team, Google meet dan lain-lain. Dalam pertemuan pertama Steering Committee kemarin bahkan ada yang mengingatkan jumlah orang yang boleh hadir off-line (fisik) dalam aula yang akan kita pakai munas nanti. Protokol kesehatan tetap harus dijalankan; pakai masker, menyediakan sanitizer dan disinfectan, air dan sabun untuk cuci tangan. Bekasi masih punya zona merah yang berarti banyak yang positif Covid-19.
Menerjemahkan Tata tertib Munas dan Tata Tertib Pemilihan ke dalam protokol digital tidak mudah. Istilah “kehadiran” harus diartikan “login”. Pemungutan suara didunia daring hanya dikenal dengan “web polling” dan harus disosialisasikan kepada calon peserta mengenai cara penggunaannya. Sekretariat harus mendata semua perwakilan angkatan via WA maupun SMS sebelum munas dilakukan. Panitia juga harus yakin peserta munas memiliki kuota bandwith yang cukup untuk online selama munas (kira-kira 3 jam, atau sekitar 1-2 gigabite quota). Durasi munas menggunakan media online seperti zoom juga tidak boleh lama. Teorinya bisa unlimited, tapi kemampuan psikologis peserta mengikuti munas pasti terbatas. (Ada juga sih yang mau ngumpul sesama angkatan sambil nobar –nonton bareng- ngikuti munas demi mendukung calonnya).
Karena terbatasnya durasi, kemungkinan besar agenda Munas IKAA via Daring tidak maksimal seperti Munas biasa. Paling-paling sambutan, Pembacaan tata tertib (tanpa pembahasan), Laporan pertanggungjawaban pengurus dan pemilihan ketua. Bagaimana kalau peserta mau intrupsi? Di dunia nyata mudah saja dengan angkat tangan. Di dunia digital hanya bisa lewat chat option (pilihan obrolan) di zoom dan media lainnya atau raise hand (angkat tangan, hanya ada di aplikasi MS Team). Makanya pimpinan sidang mesti didampingi tim teknologi informasi yang dibentuk panitia. Apalagi kalau pimpinannya –mengikut istilah gaul- dari periode “kolonial”, yang kebanyakan gaptek padahal kebanyakan pesertanya masih “milenial”. Tapi soal ini Steering Committee boleh lega untuk sementara. Sebab ada juga tamatan Attaqwa yang melek IT kayak Adang Iskandar, Elsiansu Rifaie dan Maskur yang kebetulan ditugaskan menangani IT di Munas ini. Saya juga pengen ngundang cak Najib Yusuf lulusan Mts Attaqwa 3 yang sekarang jadi bos Jetschool, yang sempat populer di TV dengan aplikasi anti bolosnya.
Ribed amat bang?
Memang. Sampai sang sekjen pun (cak Nurkholis Wardi) dan rekan Abu Bagus Amin Idris bilang saya cerewet kayak nenek-nenek, saking telitinya menerjemahkan tiap aturan ke pola komunikasi dijital. Sebagai “think thank munas” Steering Committee wajib menjaga setiap hak dan kewajiban peserta dipenuhi tanpa embel-embel kepentingan.
Tapi kita tidak punya pilihan. Sebab pilihan lainnya adalah pertemuan offline (fisik) dengan risiko pandemi yang mengerikan. Dan taruhannya adalah nyawa. Yang bisa kita lakukan adalah mengambil hikmahnya. Semoga dengan muktamar via daring ini teman-teman alumni IKAA bisa lebih familiar dengan teknologi informasi yang barangkali selama ini hanya dikuasai oleh orang lain. Meminjam kata-kata teman, kita memang wajib bisa baca kitab kuning, tapi ngga boleh ketinggalan kitab daring (maksudnya teknologi informasi). Yang kedua, dengan adanya munas secara perwakilan, kekompakan group angkatan masing-masing bertambah kuat. Kecuali memang “dari sonohnya udah kagak bisa akur”.
Alumni Attaqwa boleh berbangga karena musyawarah abiturennya masih bisa kongres dengan pola organisasi formal (walaupun belum resmi berbadan hukum). Pengalaman saya memimpin organisasi alumni International Islamic University (IIU) Malaysia –Indonesian chapter selama 12 tahun (2004-2016) dan memprakarsai pendirian Ikatan Alumni International Islamic University (IIU) Islamabad (2014) menunjukkan kecendrungan yang sama dimana-mana. Yang namanya alumni kerjanya pengen ngumpul dan kangen-kangenan. Urusan pemilihan ketua “serahin sama yang senior-senior”. Bahkan Alumni Gontor punya tradisi, ketua alumni dari lingkungan pondok.
Jangan lupa, tradisi berorganisasi secara sehat ini bukan lahir begitu saja. Ini sudah diajarkan sejak kita berstatus “orok” di Attaqwa, yaitu PPA. Dan yang mengajarkan kita juga bukan tokoh sembarangan. Beliau, The Legend istilahnya sekarang, adalah salah seorang pimpinan elite Masyumi, yang terpilih menjadi anggota Konstituante yang bersejarah dan diabadikan dengan anugerah Pahlawan Nasional. Alfatihah.
Munas daring memang ribed. Tapi enak dan perlu. Kalau saya ditanya enak mana dengan munas biasa, jawaban saya tentu sama dengan teman-teman. Ya enak munas biasa donk. Seribed dan sepanas apapun munas biasa pasti ujungnya happy ending, makan bareng teman sepondok dengan menu favorit. (Jengki). Tapi karena pilihan itu tidak tersedia, ya kita nikmati saja munas daring ini, walaupun agak garing.
Wallahu A’lam


Diposting di Milis FB Alumni Attaqwa Bekasi

Related Posts with Thumbnails