Kamis, 03 Desember 2009

Maulid Nabi dan ponari (1)

Oleh : Saefudin Asmara



Cukup memilukan memang ! sederetan kasus yang belakangan terjadi "perebutan kue". baik "kue nasional hingga kue lokal" (istilah saya). Kue nasional lagi ramai direbutkan untuk mendapatkan kursi parlemen sedang kue lokal untuk mendapatkan seonggok makanan hanya untuk menganjal perut. Kesan tesebut mulai "tergiang" dalam ingatan kita tentang pembagian zakat yang tidak terkoordir dengan baik hingga dari sekian kaum dhuafa  menjadi korban karena "kue lokal" tadi. Saya rasa tidak hanya at taqwa di beberapa tempat telah terjadi proses distribusi kue lokal yang tidak adil. Ini ada apa ? yang imbasnya nanti akan tercermin dalam pembagian "kue nasional".

 Berbicara "kue lokal" semua lapisan masyarakat beranggapan bahwa "kue lokal" akan menjadi penyelesaian, ketika perut kaum dhuafa yang terancam oleh "lapar" kian menghantui untuk bersikap lebih progresif, anarkhis


dan maen hantam, akibatnya upaya untuk mendapatkan "kue lokal" tersebut tidak mengindahkan ancaman bagi diri kaum dhuafa (saya rasa kita semua bila merasakan lapar). Apalagi di hembuskan isu akan kehabisan untuk mendapatkan "kue lokal" tadi, himpitan dan desakan tak terelakkan yang pada gilirannya nyawapun melayang. Pertanyaan yang muncul adalah "mengapa harus terjadi" di negeri yang subur gempah ripah loh jenawi ?

Sekedar untuk menjawab hal ini bukan untuk mevonis siapa yang salah dalam praktek distribusi. Panitia kah ? atau orang-orang kita yang kurang sabar menanti bagian ? secara bijak hadrotu syekh Mbah Chollil

bangkalan pernah menuturkan cerita "pernah suatu kali ketika Mbah Cholil Bangkalan tertawa dalam sholat berjama'ah dia melihat se-orang Imam yang menurut kalangan pesantren terkenal alim dan abid, lalu semua jama'ah heran dengan kelakuan mbah Cholil yang dianggapnya telah mengacaukan peserta sholat berjama'ah.. Sampai membuat si Imam tadi marah, lalu Mbah Cholil di tanya "kenapa kamu tertawa geli dalam sholat". Di Jawab oleh Mbah Chollil saya melihat bapak tadi perutnya berbunyi "kerucuk-kerucuk" hingga bergoyang-goyang dan didepan bapak saya melihat ada makanan nasi besek yang begitu enak.. Tak heran karena ketajaman mata batin Mbah Cholil, Imam tersebut tertunduk.

Yang menarik lagi ketika Guru kita Hadrotu Syekh Kyai Noer Ali pernah dalam perjalanan peperangan semua pasukan hampir kelaparan, dengan kemulyaan ilmu dan amalnya Allah. Beliau berdo'a dan bermunajat agar didatangkan makanan untuk pasukannya yang hampir tenaganya terkuras lemas dari perjalanan yanga sangat jauh untuk melawan belanda. Saat itu juga, makanan kiriman dari Allah datang dan Kyai mempersilahkan kepada seluruh pasukan untuk makan dan tidak boleh ada yang tersisa. Namun ada salah seorang pasukan yang berani melawan titah Kyai. Ia tidak menghabiskan makanannya namun menyisakan untuk perjalanan berikutnya. Tapi apa yang terjadi makanan yang ia sisakan dalam tasnya semakin berat. Dan dia merasa aneh "kenapa tas ini semakin berat" ketika di buka ternyata makanannya telah menjadi batu.

Dari kisah diatas, dapat kita petik hikmahnya adalah dalam keadaan lapar orang bisa lupa diri, sekaligus lupa tuhannya. Inilah yang pada gilirannya memicu keinginan syahwat yang tidak terkendali, kalau ingin belajar lapar itu terkendali pesan Rasulullah adalah dengan berpuasa sebagai suri tauladan yang baik. Kupasan masalah puasa kita tidak banyak kuranng dengan ustad kita yang alumni timur tenngah. Namun ada hal yang sebenarnya belum terkupas secara tuntas adalah istilah "tirakatan". Dalam kalanngan nahdliyiin puasa serinng dibarengi dengan tirakatan tidak tidur, atau makan makanan yang tidak bernyawa. Bahkan Syekh Syaid Al Maliki pernah bertamu ke Mbah Hamid Pasuruan beliau salut dengan ulama yang ada di Indonesia Ilmunya sama, syareatnya juga sama, namun ada yang membedakan dan ini menjadi kekuatan ilmunya memiliki keistimewaan yang tidak sekedar untuk dirinya sekaligus juga untuk masyarakat setempat ialah dengan "tirakatan".

wacana baik dari "kue lokal ke kue nasional" berakibat munculnya persaingan yang tidak sehat, hal ini nampak dengan begitu banyaknya caleg-caleg kita yang menawarkan janji surga melalui kontestan sebagai kendaraan politiknya untuk merebutkan "kursi panas". Pada gilirannya saling menjatuhkan dan menjelekan di mata publik gencar dilakukan oleh team sukses yang ujung-ujungnya memicu distribusi suara yang tidak adil dan bahkan tidak imbang, apalagi MA memutuskan suara terbanyak bisa memungkinkan terjadinya jua-beli suara secara merata di kalangan caleg dan ini bukan lagi menjadi pendidikan politik rakyat untuk menjungjung tinggi nilai-nilai demokrasi.

Pembagian Kue nasional yang nantinya bergulir pada tanggal 9 april menjadi momentum keterwakilan rakyat yang absurt, tak pelak rakyat hanya menjadi "sapi perah" para caleg untuk berkuasa tidak atas dasar kepentingan rakyat tapi atas dasar kepentingan umum. Umum adalah umumnya yang berkuasa (kelompok atau individunya) sedang yang tidak berkuasa tidak umum.

Kasus Ponari menarik untuk disimak, kalau saja ponari dengan kekuatan batunya mencalonkan diri dari sebagai salah satu caleg dia bisa melebihi Parliamentary Thresouhodl atau 2.5 persen dari jumlah pemilih,bayangkan setiap hari yang datang ke rumahnya untuk berobat bisa mencapai puluhan ribu orang yang mengantri untuk mendapatkan batu ajaib tersebut. Bahkan dalam keadaan yang telah menjadi tren dukun cillik ini mampu menghipnotis orang berduyun-duyun datang kerumahnya hingga berakibat fatal, nyawa kemudian menjadi tarohannya, korban nyawa tak terhindarkan.

Batu menjadi rujukan atau alat ponari untuk mendapatkan kemapanan secara ekonomi. Batu tersebut menjadi simbol "hierofani" ada kekuatan yang hinggap didalamnya yang menjadikan dia dapat meraup keuntungan hingga milyaran rupiah. Namun dari kekuatan batu banyak orang mencibir telah terjadi kemusrikan secara nyata. Padahal kalau kita tilik ketika Rasullullah mencium batu hajar aswad sayidina umar protes "kalau saja rasululloh tidak mencium batu ini ini, maka aku tak akan pernah mencium batu ini". Tauladan nabi Kita Muhammad SAW, tidak serta merta memuja batu tersebut akan tetapi justru menta'zhimi batu tersebut adalah juga makhluq Allah.

Selanjutnya apa yang salah dari Ponari ? apakah ponari telah menyebar kemusrikan secara nyata ? dalam istilahnya ada profan dan sakral. Kalau profan itu lebih kearah wujud kebendaan sedangkan sakral adalah sesuatu yang ghaib ini bersatu maka disebut hierofani atau dalam benda tersebut ada kekuatan yang Allah ciptakan untuk Ponari ketika Ponari mampu bersabar untuk menahan kelaparan dan kemiskinan yang kian menggurita di kampungnya sehingga Allah memberikan jalan keluar bagi orang sabar dalam mengahadapi ujian.






0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts with Thumbnails