Menghadiri acara seperti Halal Bihalal, Reuni, Maulid, atau apapun namanya yang dilaksanakan Korikawati (kependekan dari Korp IKAA Wati), seringkali harus mengakui kehebatan para senior dalam memobilisir para mantan PPAwati itu. Para abituren puteri dari berbagai daerah seperti tersihir untuk datang, baik secara perorangan maupun kelompok. Terkadang jumlahnya mencapai ribuan, sehingga tempat seluas apapun seperti kurang cukup menampung mereka. Kondisi itu jadi lebih seru dengan kehadiran jamaah ibu-ibu yang bukan korikawati yang cuma ingin datang melihat puteri-puterinya tampil. Atau mereka hadir karena undangan ustazah mereka yang kebetulan alumni dari Pondok Attaqwa Puteri.
Masalahnya, berada di tengah acara yang melulu isinya perempuan seperti itu bagaikan berdiri di simpang jalan. Lahir dari IKAA, Korikawati sejatinya berdiri sebagai badan otonom yang berada di bawah IKAA, seperti halnya PII Wati atau KOHATI (Korp HMI Wati). Kalau dirunut, mungkin asalnya adalah pemisahan total pendidikan putera dan puteri. Akhirnya, ikatan alumni atau abiturenpun harus dipisah. Pernah berupaya disatukan, tapi tidak berumur lama. Korikawati kembali mengibarkan benderanya sendiri, bikin acara sendiri, punya perwakilan sendiri. Meskipun dalam acara reuni IKAA mereka juga tidak absen.
Kawah Candradimuka
Melihat Korikawati hari ini seperti memandang pesawahan di belakang pondok. Tidak ada yang pepohonan yang tumbuh istimewa. Semuanya tumbuh sama dan merata, tidak ada yang lebih tinggi secara signifikan. Berbeda dengan zaman sebelumnya dimana ormas pelajar dan mahasiswa masih dapat memberikan masukan berupa training motivasi, organisasi dan manajemen. Tidak heran jika zaman dulu lahir para santriwati yang berwawasan organisasi dan manajemen yang bukan saja mampu berbicara dalam ilmu agama, tapi juga dalam kepemimpinan dan seni berceramah. Tidak jarang muncul diantara mereka yang memiliki kemampuan orator alias pinter ceramah.
Mereka dilahirkan di tengah pesantren yang cenderung modern, dimana para santri/santriwati, selain belajar ilmu-ilmu agama, juga dilatih cara berorganisasi. Yang mendidik dan menyusun sistem keorganisasian mereka pun bukan orang sembarangan. Adalah Almaghfurlah KH. Noer Alie yang terjun langsung mendesain praktek keorganisasian ini. Beliau dikenal sebagai pejuang, dan mantan tokoh elite Masyumi. Sebagaimana dimaklumi Masyumi adalah sebuah partai Islam tahun 40-60an yang dikenal sebagai tempat berkumpulnya para pejuang yang cerdas, jujur, ikhlas, bermental baja sekaligus moderen dan merakyat, sehingga pemimpin sekaliber Soekarno saja sering ngeper dibuatnya. Maka jangan heran jika para IKAAwan dan IKAAwati yang dulu dibina langsung oleh Pak Kiai, punya kempetensi yang tinggi dalam soal politik dan organisasi; yang peduli kepada masalah ummat, dan mampu berkiprah dalam berbagai forum. Dulu para alumni Attaqwa yang belajar ke Timur Tengah seperti Saudi Arabia, Mesir, Syiria, atau ke Pakistan, Malaysia dan negara lainnya umumnya secara alamiah terpilih memegang posisi puncak seperti Ketua Umum atau Sekjen. Para korikawatinya juga biasanya didaulat untuk menjadi imamah (ketua) bagian kewanitaannya.
Kendala
Seperti ikatan alumni lainnya, Korikawati mengalami berbagai kendala yang tidak kecil. Anggota yang tercerai berai di berbagai daerah dan komunikasi yang tidak aktif antar pengurus-anggota (bahkan antar sesama pengurus), membuat kordinasi menjadi sangat sulit. Apalagi yang namanya rapat, mungkin hampir tidak pernah dilaksanakan kecuali rapat panitia reuni. Apalagi kepanitiaan sekarang sudah ditentukan dari angkatan tertentu, atau berdasarkan urut kacang. Selain itu, ngumpulnya pun hanya setahun sekali. Celakanya, karena adanya ketidakpuasan terhadap organisasi pusat yang lebih sering dianggap jadul, sesama angkatan (putera dan puteri) suka bikin reuni sendiri. Reuni sesama angkatan ini lumayan mengganggu pelaksanaan reuni keseluruhan. (Pernah beberapa angkatan tidak mau datang ke reuni besar dengan alasan mereka sudah ngadakan buka puasa bersama di Ujungharapan)
Ada lagi yang bikin sebagian besar alumni gregetan. Seperti halnya IKAA, Korikawati juga sering dijadikan kendaraan. Entah itu kendaraan politik, kendaraan sosial ataupun kendaraan ekonomis. Para senioren yang tengah berada di pusat kekuasaan atau dekat dengan lingkaran politik suka berusaha menggunakan organisasi alumni untuk naik ke pusaran kekuasaan. Karuan saja anggota lain yang berbeda partai merasa dianaktirikan oleh pondok. Pondok pula yang kena getahnya.
Tren Korikawati
Saat ini kegiatan Korikawati cenderung seperti majelis ta’lim. Apa yang mereka lakukan adalah membuat acara re-unian. Lalu ada tausiah dari guru. Kemudian doa dan ziarah. Pesertanya pun punya kreatifitas selevel majlis ta’lim, yaitu membuat seragam tiap angkatan dan, jangan lupa, arisan. Sesekali ada lomba qasidah atau kegiatan lainnya.
Entah kerena terlalu lama di Pondok, atau karena memang fitrah wanita yang selalu ingin berziarah ke tempat lain, Korikawati kemudian mengembangkan kegiatannya dengan mengadakan acara di luar daerah. Maka acara maulid di luar kota, misalnya, sebenarnya merupakan gabungan antara reuni, maulid dan rekreasi dalam satu kegiatan.
Apa yang dilakukan setelah itu, nyaris tidak ada. Kecuali bahwa pondok pesantren kita kemudian meminta para alumni untuk tidak melaksanakan reuni di luar kota, karena biayanya tinggi. Daripada buang-buang dana, mendingan dananya disumbangkan untuk pondok, yang sedang membangun masjid, aula (sudah 8 tahun lebih belum selesai) dan darul aytam.
Berdayakan Korikawati!
Sudah lama terdengar perlunya reformasi dalam pelaksanaan reuni dan Halal Bihalal IKAA, sehingga acaranya bukan hanya sekedar kangen-kangenan dan ngumpul-ngumpul belaka. Berbagai usulan munul, misalnya agar reuni dibarengi dengan pameran hasil karya alumi. Ada juga yang minta agar dibarengi seminar. Sebagian menyarankan agar reuni dilakukan di luar kota. Yang kedua ini nampaknya sudah dilaksanakan oleh Korikawati dengan baik, sebelum dikembalikan ke kompleks Attaqwa puteri, back to basics.
Dari sekian usulan yang disampaikan, beberapa diantaranya menarik untuk dicermati. Diantara para senior ada yang meminta agar pada acara halal bihalal dilakukan kordinasi perwakilan dari seluruh alumni. Dalam forum itu dapat dilaksanakan berbagai agenda seperti evaluasi dan usulan. Memang tidak mudah dilaksanakan, karena forum ini memerlukan ruangan khusus. Selain itu kalau semua perwakilan hadir, jumlahnya juga tidak sedikit. Jika angkatan pertama lulus pada tahun 1970 dan paling akhir 2009, berarti sudah 39 orang akan hadir. Jika putera dan puteri disatukan, maka jumlahnya jadi dua kali lipat.
Tapi dari sini kordinasi dapat disusun. Mulai dari penilian obyektif tentang ikatan abituren ini, sampai soal perencanaan, bukan hanya kegiatan, tapi grand program dan blue print pengembangan. Selain itu, program-programnya juga bisa membumi dan bermanfaat bagi teman-teman dan adik-adik priode beirkutnya, misalnya pencarian beasiswa dan info lowongan pekerjaan. Jangan lupa, media komunikasi yang lancar diantara anggota IKAA dan Korikawati bisa dijadikan sarana untuk bertukar info mengenai bisnis milik anggota, seperti catering, jemputan karyawan, warnet, bimbingan haji dan lain-lain. Karena itu media komunikasi yang melintasi batas daerah seperti e-mail dan sms mutlak diperlukan.
Di kalangan alumni kini sudah muncul group-group tersendiri di internet, baik dalam bentuk email, facebook, twitter dan sebagainya. Anehnya group-group ini milik sebagian anggota, dan bukan resmi dari pengurus. Padahal organisasi yang punya kepentingan terhadap anggota semestinya sudah bikin forum email jauh-jauh hari. Maka jangan heran jika suara-suara yang muncul di media internet tersebut bisa miring bahkan menghunjam, tanpa upaya klarifikasi dari pengurus. Jika dibiarkan, maka opini yang terbentuk akan cenderung negatif dan mempengaruhi generasi berikutnya. Perlu diingat bahwa generasi SMA dan SMP (bahkan SD) sekarang sudah melek internet, entah lewat email maupun facebook! Dan masyarakat Indonesia sudah menyaksikan dahsyatnya pengaruh facebook pada kasus Bunda Prita dan Bibit Waluyo-Samad Riyanto.
IKAA dan Korikawati, berubahlah sekarang. Jika tidak ingin diadili oleh zaman.
Foto-foto diambil dari Peringatan Maulid Korikawati pada 18 April 2010 di Aula Makan, Pondok Attaqwa Puteri, Ujungharapan
2 komentar:
yth Bang Cecep, tulisan anda telah kami muat, dan akan dimuat di Buletin Attaqwa (mudah-mudah ga ada masalah). Hanya ada satu catatan dari saya, terutama masalah pengumpulan dana untuk darul aytam. Setahu saya, tidak ada permintaan resmi, baik dari panitia Korikaawati maupun pondok untuk hal itu (terkecuali untuk aula sebab emang ada tanda terima resmi). Barangkali cuma catatan aja, benar ga taunya wallahu 'alam, sebab tidak ada tanggapan resmi dari panitia. Makasih.
Terima kasih atas komentarnya.
Ya, anda benar. Urusan permohonan dana aytam memang tidak ada edaran formal. Tapi sempat beredar juga kupon-kupon sumbangan darul aytam.
Anyway, saya ucapkan selamat atas acara Maulid Korikawati di Gunung Mas. Meskipun kehujanan....
Keep spirited!
Posting Komentar